Sekda Pati Sampaikan Agar Kepala Desa Sesuai Regulasi Harus Mematuhi Peraturan Tentang Kenetralannya Dalam Pilkada Gubernur Dan Pilkada Bupati 2024.
Share
WhatsApp
Facebook
Twitter

Tuanjateng.comSekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Pati Jumani, hadir dan membuka sosialisasi tahapan dan netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan kepala desa dalam pemilihan gubernur/wakil gubernur serta bupati/wakil bupati tahun 2024. Senin (12/8/2024)

Kegiatan yang dilaksanakan di ballroom hotel New Merdeka ini merupakan sosialisasi sesi kedua. Sedangkan sesi pertama dilakukan pada Minggu 11 Agustus 2024 kemarin.

Sekda Jumani menekankan bahwa netralitas ASN dan Kepala Desa menjadi krusial untuk memastikan bahwa proses pemilihan kepala daerah pada tahun ini berjalan dengan adil, transparan, dan bebas dari pengaruh politik.

“Sesuai regulasi kan memang kepala desa ini termasuk birokrat ya, namanya birokrasi itu harus paham regulasi, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh kita lakukan khusunya terkait dengan pilkada,” katanya.

Menurutnya, sosialisasi kepada para camat dan kades ini dinilai sangat penting untuk sebagai pengingat bahwa ada regulasi-regulasi yang harus dipedomani dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab dalam menghadapi tahun politik ini..

“Jadi saya kira ini adalah acara yang sangat penting, yang harus dipahamkan karena beberapa ada kejadian kasus yang mungkin kekurang pahaman terhadap regulasi apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan di dalam pilkada ini,” tutur Jumani.

Sehingga sosialisasi ini diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada kepala desa agar bisa memilah hak dan kewajibannya terkait dengan pilkada.

Jumani menyebut, bahwa ketidaknetralan ASN dan kepala desa yang turut aktif dalam kegiatan kampanye dan lain sebagainya, dapat dikenakan sanksi kurungan penjara ataupun denda.

Sekretaris Daerah berkewajiban memberikan pembinaan agar apa yang dilakukan ASN dan kepala desa tetap sesuai jalur dan tidak melanggar aturan-aturan yang ada.

“Kalau aktif ikut kampanye dan lain sebagainya itu tidak boleh, itu bisa pidana.

Satu tahun penjara atau maksimal denda Rp.12 juta. Dan tentunya itu akan terkait dengan karir beliau-beliau semua sebagai kepala desa,” pungkasnya